Minggu, 14 September 2008

Harga CPO Naik, Jambi Untung atau Rugi ??!!



Oleh: Eri Kuntoro, SST


Terus meningkatnya harga minyak sawit mentah (Crude Palm Oil / CPO) di pasar internasional, berimbas pada semakin membaiknya harga tandan buah segar (TBS) di tingkat petani. Tetapi apakah kenaikan harga tersebut benar-benar menguntungkan Jambi?

Industri kelapa sawit merupakan salah satu sektor unggulan bagi negara Malaysia dan Indonesia. Hal ini dikarenakan kondisi geografis wilayah Malaysia dan Indonesia memang sangat cocok untuk pengembangan perkebunan kelapa sawit. Cerahnya prospek komoditi minyak kelapa sawit dalam perdagangan minyak nabati dunia telah mendorong pemerintah Malaysia dan Indonesia untuk memacu pengembangan areal perkebunan kelapa sawit. Hingga tahun 2005, lebih dari 85% produksi minyak dunia dihasilkan kedua negara. Dua negara tersebut tidak tersaingi dalam memproduksi sawit pada produk mentah (level upstream), persaingan dengan negara lain baru terjadi pada produk-produk turunannya (level downstream) seperti margarine dan minyak goreng.


Sementara itu di provinsi Jambi sub sector perkebunan masih menjadi salah satu andalan utama dalam menggerakkan perekonomian. Subsektor ini mampu memberikan kontribusi terhadap Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Jambi sebesar 12 persen, dan menyerap tenaga kerja ribuan orang, terutama di daerah pedesaan. Diantara beberapa komoditas perkebunan tersebut, perkebunan sawit menduduki peringkat kedua komoditas yang paling banyak dibudidayakan setelah karet.


Dalam perdagangan internasional, harga sawit mentah/Crude Palm Oil (CPO) akhir-akhir ini selalu naik. Dalam kurun waktu Januari-Maret 2008 harga minyak sawit mentah di pasar internasional (BMD/Bursa Malaysia Derivates) menunjukkan kenaikan yang signifikan dibandingkan dengan periode-periode sebelumnya. Bahkan pada bulan Februari 2008 harga CPO per ton mencapai MYR 4,350 (USD 1,335/Rp.12,4 juta). Dalam ukuran Tandan Buah Segar (TBS), selama periode Januari-Maret harga berkisar di angka Rp.1.500 per kilogram. Kenaikan harga CPO ini kemungkinan diakibatkan dari kenaikan harga minyak mentah dunia yang sempat berada di kisaran USD 100 per barel. Naiknya harga minyak mentah dunia ini mengakibatkan, permintaan bahan bakar alternatif biodiesel di pasar meningkat. CPO yang merupakan renewable resourches berpotensi menggantikan bahan bakar minyak yang harganya semakin melambung.


Kenaikan harga CPO ini langsung direspons oleh Departemen Perdagangan dengan menaikkan nilai HPE (Harga Patokan Ekspor) untuk komoditi kelapa sawit, CPO dan turunannya untuk periode 1-30 April 2008. Pada bulan April HPE CPO ditetapkan menjadi USD 1,273 atau naik 28,85 persen dibandingkan HPE CPO pada Maret yang sebesar USD 988. Momentum kenaikan harga CPO harus dimanfaaatkan pemerintah propinsi Jambi untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat petani sawit yang pada tahun 2004 memiliki 38 persen perkebunan kelapa sawit. Jangan sampai momentum ini hanya dimanfaatkan oleh perusahaan kelapa sawit swasta yang telah mendominasi kepemilikan lahan kelapa sawit sebesar 56 persen


Dari data Dinas Perkebunan Jambi, produksi CPO Jambi selama tahun 2007 mencapai 1,4 juta ton atau naik 37,25 persen dari tahun sebelumnya yang hanya mencapai 1,02 juta ton. Apabila produksi pada tahun ini bisa ditingkatkan maka keuntungan yang didapat akan berlipat karena trend kenaikan harga CPO diperkirakan akan berlanjut. Kebutuhan minyak nabati dan lemak dunia pasti terus meningkat sejalan dengan pertumbuhan penduduk. Dari sisi konsumsi minyak makan, kawasan asia masih memiliki tingkat konsumsi di bawah rata-rata konsumsi dunia, dan sejalan dengan tingkat kemakmuran yang akan terus meningkat di wilayah ini, maka konsumsi minyak makan juga akan terus tumbuh. Hal ini menunjukkan potensi pasar yang besar untuk minyak sawit.


Apakah Jambi siap dengan kesempatan ini?
Apabila dilihat dari kondisi makro ekonomi Jambi pada akhir tahun 2007 dan awal tahun 2008, perekonomian mulai menunjukkan peningkatan salah satunya diindikasikan dengan pertumbuhan ekonomi pada kuartal IV 2007 yang mencapai 6,6 persen dan inflasi yang mempunyai trend menurun sejak bulan Desember 2007, dimana pada bulan Februari inflasi sebesar 0,45 persen dengan sumbangan komoditas minyak goreng (produk turunan dari CPO) terhadap inflasi lebih dari 10 persen. Sebenarnya inflasi yang ditimbulkan oleh kenaikan harga CPO tidak sebanding dengan keuntungan yang bisa didapatkan dengan meningkatnya produksi sawit. Semuanya tergantung dari kemampuan pengusaha sawit dalam mengatasi hambatan yang selama ini timbul.


Meskipun secara makro ekonomi kondisi perekonomian mulai membaik, namun hal itu belum mampu menjadi stimulus positif bagi para petani kelapa
sawit untuk mampu meningkatkan produksinya. Kendala kendala lain masih banyak dihadapi diantaranya produktivitas yang masih rendah, naiknya harga bibit kelapa sawit, marak beredarnya bibit palsu, munculnya konflik sosial dan isu lingkungan yang gencar disuarakan oleh Lembaga Sosial Masyarakat (LSM). Masalah terbesar yang dihadapi oleh petani saat ini adalah permodalan dan harga bibit kelapa sawit yang melejit. Harga bibit kelapa sawit mulai merangkak naik seiring dengan permintaan (demand) bibit yang cukup tinggi karena petani banyak tergiur oleh tingginya nilai jual CPO. Saat ini harga bibit sawit yang bersertifikat sudah mencapai Rp 15.000-Rp 20.000 per batang.


Wilayah potensi pengembangan komoditas kelapa sawit di propinsi Jambi tersebar hampir di semua kabupaten. Dari sepuluh kabupaten dan kota di Jambi, hanya kota Jambi dan kabupaten Kerinci yang tidak memiliki lahan perkebunan sawit. Merangin merupakan kabupaten dengan lahan kelapa sawit terluas, yaitu sekitar 18,87 persen luas lahan kelapa sawit yang ada di provinsi Jambi. Dari lahan tersebut, kabupaten Merangin menghasilkan sekitar 75.282.188 ton kelapa sawit. (maret 2008)

Tidak ada komentar: